Wednesday, June 24, 2020

KEHIDUPAN AGAMA KERAJAAN KUTAI


KEHIDUPAN AGAMA
KERAJAAN KUTAI 
A.   PENDAHULUAN
 Kutai merupakan kerajaan Hindu pertama di Indonesia, yang muncul pada abad ke-4. Kerajaan yang disebut dengan Kerajaan Kutai Martadipura ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya Prasasti Yupa yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Catatan sejarah dari Tiongkok menyebut kerajaan ini dengan nama “Kho-Thay” yang berarti Kerajaan Besar. Sedangkan catatan dari Negeri India menyebut keraaan ini sebagai “Quetire” yang berarti Hutan Belantara. Ada tujuh buah yang menjadi acuan bukti sejarah Yupa adalah sebuah tiang batu berukuran ± 1 meter sebagian ditanam di atas tanah. Pada tiang batu inilah terukir prasasti dari kerajaan Kutai yang dianggap sebagai sumber tulisan tertua, sehingga Indonesia mulai memasuki masa sejarah dan mengakhiri masa prasejarahnya.
Tulisan dalam yupa menyebutkan bahwa Kerajaan Kutai dimulai dari sosok bernama Kudungga. Kudungga digantikan oleh Aswawarman. Aswawarman adalah salah satu pembentuk keluarga sehingga ia disebut Wangsakarta (pendiri Dinasti) dari Kerajaan Kutai. Dari perkawinanya, Aswawarman dikaruniai tiga orang anak. Salah satunya Mulawarman. Mulawarman diangkat sebagai pengganti Aswawarman, kerajaan Kutai mengalami masa kejayaan. Wilayahnya mencakup hampir seluruh Kalimantan Timur. Penggantinya Sri Warman, Marawijaya Warman, Gayayana Warman, Wijaya Tungga Warman, Jaya Naga Warman, Nala Singa Warman, Nala Perana Warmana Dewa, Galingga Warman Dewa, Indra Warman Dewa, Sangga Wirama Dewa, Singa Wargala Warman Dewa, kemudian Candra Warmana. Ketika Mulia Tungga Dewa menjadi raja, ia mengubah gelar raja menjadi prabu. Ia menggunakan gelar resmi Prabu Mulia Tungga Dewa. Penggantinya adalah Prabu Nala Indra Dewa, kemudian Prabu Indra Mulia Warmana Tungga. Pemerintahan selanjutnya berturut-turut dipegang oleh Prabu Srilangkan Dewa, Prabu Guna Perana Tungga, Wijaya Warman, Indra Mulia, Sri Aji Dewa, Mulia Putera, Nala Pandita, lalu Indra Paruta Dewa. Raja terakhir yang memerintah yaitu Prabu Darma Setia.
Wilayah kekuasaan kerajaan Kutai Martadipura cukup luas, karena terdapat tiga kabupaten yang dikuasai oleh kerajaan ini. Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur. Semua ini masuk kedalam satu Provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai Martadipura mengalami masa kejayaan pada masa Mulawarman. Pada masa pemerintahannya, Mulawarman memberikan kurban besar-besaran dan hadiah untuk kemakmuran negara dan rakyatnya.
Kehidupan sosial kerajaan Kutai. Pada kerajaan Kutai ada golongan masyarakat yang telah menguasai bahasa sansekerta dan bisa menulis huruf Pallawa yaitu golongan para Brahmana. Golongan yang lain ialah suatu golongan ksatria yang terdiri atas kerabat dari Raja Mulawarman. Pada masyarakat Kutai sendiri merupakan suatu golongan penduduk yang masih erat memegang teguh suatu kepercayaan asli dari leluhur mereka.
Kehidupan politik yang ada pada kerajaan Kutai tercermin pada sistem pemerintahan yang turun temurun, artinya kepemimpinan akan terus berlanjut kepada anak, cucu hingga cicitnya. Sistem pemerintahan sendiri sudah ada dan sudah dijalankan sejak kepemimpinan Aswawarman. Meskipun begitu pemerintahan masih di atasi oleh orang-orang hindu yang berasal dan di datangkan langsung dari India.
Walaupun begitu sistemnya pun berjalan dengan teratur dan sistematis, karena pada masa Aswawarman kerajaan Kutai menjadi bangkit dan mulai dikenal oleh banyak kerajaan lainnya.
Kehidupan ekonomi kerajaan Kutai. Mata pencaharian yang utama dalam masyarakat zaman kerajaan Kutai merupakan beternak sapi. Mata pencaharian yang lain ialah bercocok tanam dan berdagang. Hal ini dilihat dari letak kerajaan Kutai berada ditepian sungai Mahakam yang sangat subur sehingga cocok untuk pertanian. Selain itu, letak Kerajaan Kutai yang dilalui lalu lintas perdagangan Selat Makasar membuat rakyat-rakyat kerajaan Kutai cocok untuk melakukan kegiatan berdagang.                                                                                               
Pada abad ke-13 M, terbentuk kerajaan baru yang berada di hilir Sungai Mahakam, yaitu Jahitan Layar. Kerajaan yang disebut dengan Kerajaan Kutai Kartanegara ini dipimpin oleh seorang raja yang memiliki gelar Aji Bhatara Agung Dewa Sakti. Bekas kerajaan yang kini disebut Kutai Lama ini merupakan koloni Hindu Jawa karena nama-namanya terpengaruh oleh Kerajaan Hindu Jawa (Rais, 2002, hlm. 16). Di satu wilayah di kawasan Sungai Mahakam ini ada dua kerajaan yang terbentuk, yaitu Kerajaan Mulawarman dan Kerajaan Kutai Kartanegara. Akan tetapi, pada abad ke-16 dua kerajaan besar ini akhirnya saling berperang untuk memperebutkan kekuasaan wilayah. Di bawah kepemimpinan Raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa, Kerajaan Kutai Kartanegara akhirnya berhasil menaklukkan Kerajaan Mulawarman/Kerajaan Martadipura. Ketika runtuh, Kerajaan Martadipura dirajai oleh tiga bersaudara, yaitu Prabu Darmasetia, Satiaguna, dan Satiayuda. Walaupun telah dikalahkan oleh Kutai Kartanegara, keturunan Mulawarman ini masih memegang teguh keturunan hingga ke-43 (2012) yang dipegang oleh Alpiansyah Gelar Maharaja Srinala Praditha Alpianyahrechza Fachlevie (Balham, 2013, hlm.  6). Akhirnya kedua kerajaan ini pun melebur menjadi satu dengan nama Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Setelah mengalami perjalanan yang cukup panjang, Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura berubah menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara pada saat ini.

B.   RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana kehidupan agama kerajaan Kutai Martadipura?
2.      Siapa raja yang berperan dalam kehidupan agama di kerajaan Kutai Martadipura?
3.      Apa saja peninggalan kerajaan Kutai Martadipura?
A.   PEMBAHASAN
Kerajaan Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan di Indonesia yang mendapat pengaruh India. Raja pertama kerajaan Kutai adalah Kudungga. Kudungga adalah seorang Indonesia asli, yang untuk pertama kalinya tersentuh oleh pengaruh budaya India. Kudungga sendiri masih mempertahankan namanya yang berciri keindonesiaan meskipun budaya India mulai masuk. Pengaruh India mulai tampak pada keturunan Kudungga yaitu Aswawarman. Nama Aswawarman merupakan nama yang berbau India. Aswawarman dianggap sebagai pendiri kerajaan (=wangsakarta) dan bukan Kudungga. Padahal Kudungga merupakan raja pertama kerajaan Kutai Martadipura. Hal ini karena wangsakarta ditujukan kepada keluarga yang sudah berbudaya India, yang antara lain ditandai dengan pemakaian nama yang berbau India.  Kehidupan yang bersifat Hindu sangat ketat terhadap peraturan kasta.  Sedangkan kerajaan Kutai Martadipura bukan keturunan Hindu (lahir sebagai Hindu) yang berasal dari India, melainkan keluarga raja bumiputera yang telah masuk agama Hindu.                                                                                                      
 Di dalam kepercayaan Hindu, seseorang yang teah tercemar dan karenaya dikeluarkan dari kasta, dapat diterima kembali masuk ke dalam kastanya, setelah melalui upacara penyucian diri yang disebut vratyastoma. Melalui upacara yang cukup berat ini, maka segala macam kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan oleh seorang anggota kasta dapat dihapus, dan hukuman yang pernah ditimpakan kepadanya berupa pengucilan dari kastanya, dapat dihapuskan juga. Dengan kata lain, seseorang yang pernah dikeluarkan dari kastanya karena melakukan kesalahan dan dosa yang cukup berat, dapat diterima kembali menjadi anggota kastanya dengan melalui upacara vratyastoma ini. Upacara vratyastoma inilah yang rupanya dijadikan jalan oleh orang-orang Indonesia yang sudah terkena pengaruh India itu, untuk meresmikannya sebagai anggota masyarakat sesuatu kasta yang dikenal di dalam agama Hindu. Upacara penerimaan orang luar kasta ke dalam kasta itu, dilakukan dengan memperhatikan kedudukan asal orang yang bersangkutan. Karena pendeta Indonesia sendiri tentu saja pada taraf pertama tidak berhak memimpin upacara vratyastoma, dapat dipastikan bahwa pada mulanya yang memimpin upacara tersebut ialah para Brahmana agama Hindu yang langsung datang atau didatangkan dari India. Dalam hal ini maka hampir dapat dipastikan, bahwa pendeta yang memimpin upacara vratyastoma untuk Aswawarman, adalah pendeta India. Tetapi, ketika upacara itu dilakukan terhadap Mulawarman, kemungkinan sekali upacara itu sudah dipimpin oleh pendeta Indonesia sendiri. Dalam hal ini, para Brahmana yang berulang kali disebutkan pada prasasti-prasastinya, dengan sendirinya tentulah sebagian terdiri dari kaum Brahmana India, dan sebagian lainnya kaum Brahmana orang Indonesia asli  Bukti sejarah Kerajaan Kutai Martadipura terdiri dari 7 buah  prasati yang berupa yupa. Yupa ini memiliki fungsi untuk  (1) memperingati peristiwa kenduri (selamatan) yang dilakukan oleh Mulawarman, (2) memperingati kebaikan budi Mulawarman, dan (3) merupakan tugu peringatan atau monumen.

Berikut  ini merupakan bunyi beberapa prasasti Kerajaan Kutai :
1        Raja Kudungga Yang Mulai yang terkenal itu punya seorang putra, Aswawarman yang mahsyur itu, pendiri dinasti, yang sebanding dengan Ansuman. Dia punya tiga putra yang seperti tiga api korban persembahan. Yang paling sakti, yang mahsyur karena kekuatan berpantangnya dan karena penguasaan dirinya, adalah Yang Mulia Mulawarman, Tuan dan raja yang memberikan persembahan berupa banyak emas. Sebagai peringatan akan persembahan-persembahan itu, pilarkorban persembahan ini didirikan oleh para penggawa dari mereka yang telah lahir dua kali                                             
2        Dengarkanlah oleh kamu sekalian, Brahmana yang terkemuka, dan sekalian orang baik lain-lainnya, tentang kebaikan budi Sang Mulawarman, raja besar yang sangat mulia. Kebaikan budi ini ialah berwujud sedekah banyak seklai, seolah-olah sedekah kehidupan atau semata-mata pohon Kalpa ( yang memeberi segala keinginan), dengan sedekah tanah (yang dihadiahkan). Berhubung dengan semua kebaikan itulah maka tugu didirikan oleh para Brahmana (buat peringatan) 
3        Tugu ini ditulis buat ( peringatan) dua (perkara) yang telah disedekahkan oleh Sang raja Mulawarman, yakni segunung minyak (kental), dengan lampu serta malai bunga
4        Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana yang seperti api, (bertempat) di dalam tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara. Buat (peringatan) akan kebaikan budi sang raja itu, tugu ini telah dibikin oleh para Brahmana yang datang dari tempat ini.                                  
Dari prasasti-prasasti itu lebih banyak yang dibahas mengenai kehidupan keagaaman kerajaan Kutai Martadipura. Telah dosebutkan dalam prasasti nama Ansuman, yaitu Dewa Matahari di dalam agama Hindu, memberikan kepastian bahwa Mulawarman adalah penganut Hindu. Bukti lebih jelas lagi disebutkan dalam prasati lain bahwa upacara sedekah yang dilakukan Mulawarman bertempat di sebidang tanah yang suci. Di dalam upacara itu, telah dihadiahkan 20.000 ekor api untuk para Brahmana, sehingga untuk memperingati peristiwa tersebut para Brahmana mendirikan sebuah yupa. Bidang tanah suci yang disebut dalam prasati itu bernama waprakeswara, yang kemudian di pulau Jawa dikenal dengan Baprakeswara. Baprakeswara ialah suatu tempat suci yang disebut selalu berhubungan dengan dewa besar tiga, yakni Brahma-Wisnu-Siwa. Dengan kata lain, dewa besar tiga tersebut, di tanah Jawa dimuliakan di tempat suci yang bernama Baprakeswara, atau candi tempat candi Brahma-Wisnu-Siwa                                             
Agama yang dipeluk oleh Sang Raja Mulawarman ialah agama Siwa, yang sangat umum di tanah Jawa dan para Brahmana, yang disebut di dalam batu tulis Sang Mulawarman itu pastilah Brahmana yang beragama Siwa. Dari semua bunyi prasasti dapat disimpulkan bahwa Mulawarman adalah seorang raja yang memiliki hubungan baik dengan para Brahmana. Ini dibuktikan dengan kenyataan, bahwa pada setiap prasastinya selalu dikatakan, bahwa yupa-yupa yang mengagungkan namanya itu, semuanya didirikan oleh kaum brahmana, sebagai bentuk terima kasih atau penghormatan kepada sang raja, atas kebaikan-kebaikannya terhadap mereka.            
 Peninggalan Kerajaan Kutai selain yupa juga ditemukan beberapa manik-manik, kalung, kura-kura emas, fragmen keramik asing dan gerabah. Di kabupaten yang sama juga ditemukan Situs Goa Kombeng.  Beberapa data arkeologi dari situs ini adalah arca-arca batu dengan karakter keagamaan Hinduisme. Adapun arca yang berhasil diidentifikasi Arca Nandiswara, Arca Mahakala, Arca Wisnu dan Arca Indra. Peninggalan-peninggalan ini dapat dilihat di Museum Mulawarman.
 
A.   PENUTUP
Kerajaan Kutai Martadipura adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Masa kejayaan Kutai Martadipura terjadi pada saat pemerintahan Mulawarman. Pada masa pemerintahan Mulawarman, diselenggarakan upacara sedekah bertempat di sebidang tanah yang suci. Di dalam upacara itu, telah dihadiahkan 20.000 ekor api untuk para Brahmana, sehingga untuk memperingati peristiwa tersebut para Brahmana mendirikan sebuah yupa. Melalui upacara inilah dapat dibuktikan bahwa kerajaan Kutai Martadipura menganut agama Hindu-Siwa.
Sebelum pemerintahan Mulawarman juga telah dilaksanakan upacara “vratyastoma”. Upacara vratyastoma ini dilakukan oleh Aswawarman untuk meresmikannya sebagai anggota masyarakat sesuatu kasta yang dikenal di dalam agama Hindu. Upacara penerimaan orang luar kasta ke dalam kasta itu, dilakukan dengan memperhatikan kedudukan asal orang yang bersangkutan.
Peninggalan Kerajaan Kutai antara lain prasasti yang berbentuk yupa. Yupa ini memiliki fungsi untuk  (1) memperingati peristiwa kenduri (selamatan) yang dilakukan oleh Mulawarman, (2) memperingati kebaikan budi Mulawarman, dan (3) merupakan tugu peringatan atau monumen. Selain yupa juga ditemukan beberapa manik-manik, kalung, kura-kura emas, fragmen keramik asing dan gerabah. Di kabupaten yang sama juga ditemukan Situs Goa Kombeng.  Beberapa data arkeologi dari situs ini adalah arca-arca batu dengan karakter keagamaan Hinduisme. Adapun arca yang berhasil diidentifikasi Arca Nandiswara, Arca Mahakala, Arca Wisnu dan Arca Indra. Peninggalan-peninggalan ini dapat dilihat di Museum Mulawarman.  

     
DAFTAR PUSTAKA

1.      Darmawan, Joko dan Lanang Anwarsono. 2016. Mengenal Budaya Nasional Kerajaan Nusantara. Jakarta : Esensi Erlangga Group.
2.      Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia Jilid 2. Jakarta : Balai Pustaka.
3.      Krom,N.J.1956. Zaman Hindu. Trejemahan oleh Arif Efendi. Jakarta : PT Pembangunan Jakarta.
4.      Soekmono, R. 1992. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia  Jilid II. Jakarta : Yayasan Kanisius.
5.      Sagimun. 1987. Peninggalan Sejarah Tertua Kita, Seri Peninggalan Sejarah Indonesia 1. Jakarta : CV Haji Masagung.
6.      Vlekke, Bernard H.M.2008. Sejarah Indonesia. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia.
7.      Deri Ris Riana. 2017. Pemaknaan Motif Tabu dalam Cerita Rakyat Di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman, Kerajaan Hindu Tertua Di Indonesia. Jurnal Aksara 29(2):197-210.
8.      Imam Hindarto. 2008. Kalimantan dalam Wacana Indianisasi. Naditira Widya 2(2):178-189
    
 



KEHIDUPAN AGAMA KERAJAAN KUTAI

KEHIDUPAN AGAMA KERAJAAN KUTAI  A.    PENDAHULUAN   Kutai merupakan kerajaan Hindu pertama di Indonesia, yang muncul pada abad k...